MALE INSPIRE.id – Mikio Miyazawa memboyong keluarganya untuk pindah ke sebuah rumah di sekitar Jalan Kamisoshigaya, Setagaya, Tokyo, Jepang, pada tahun 1991.
Mereka menempati rumah bersebelahan dengan rumah yang ditempati mertua dan kakak iparnya. Rumah mereka juga tak jauh dari taman bermain anak-anak, Taman Kereta Choo-Choo.
Mikio adalah pekerja kantoran. Istrinya, Yasuko berprofesi sebagai guru privat di rumah.
Baca juga: Tragedi Jonestown, Ketika 900 Nyawa Melayang akibat Sebuah Sekte
Kedua pasangan ini memiliki putri bernama Nina dan putra bernama Rei. Di tengah mengasuh anak-anaknya, Yasuko juga mengajar anak-anak secara privat.
Saat keluarga Mikio pertama kali tinggal di Kamisoshigaya, terlihat ratusan rumah tetangga berjejeran. Tapi, seiring waktu, hampir sembilan tahun lamanya, satu per satu rumah warga menghilang. Pemiliknya menjual rumah dan pindah ke daerah lainnya di Tokyo.
Hingga tahun 2000, pemukiman itu tinggal menyisakan empat rumah saja. Salah satunya rumah yang diisi keluarga Miyazawa yakni Mikio, mertua, dan kakak iparnya, serta dua tetangga lainnya.
Kawasan itu rencananya akan digusur untuk proyek perluasan lahan Taman Soshigaya oleh pemerintah Tokyo.
Mikio sebenarnya berniat menjual rumah dan pindah ke daerah lain, tapi mengurungkan niat karena mempertimbangkan tumbuh kembang kedua anaknya di tempat baru nanti.
Dia dan Yasuko khawatir anaknya yang masih kecil kesulitan beradaptasi di tempat baru. Ditambah lagi, ibu Yasuko, Asahi Geino, hidup sendiri di rumah kakak iparnya, An, yang pergi merantau ke Inggris.
Awal tragedi
Kehidupan keluarga Mikio cukup harmonis. Tapi kedamaian berubah menjadi tragedi pada 30 Desember 2000 malam.
Mikio, Yasuko, Nina, dan Rei ditemukan tewas dibunuh oleh seseorang yang tak dikenal. Hingga kini, 24 tahun setelahnya, pihak kepolisian Tokyo belum berhasil mengungkap dan menangkap pelaku pembunuhan tersebut.
Kasus tersebut menjadi berita utama di media Jepang dan menjadi sorotan internasional.
Baca juga: 11 Presiden AS yang jadi Korban Penembakan, Donald Trump Terbaru
Seperti dilaporkan Asahi Shimbun dan Japan Today, pembunuhan itu diketahui oleh mertua Mikio, Asahi, saat mendatangi rumah anak dan menantunya pada 31 Desember 2000 pagi, sekitar pukul 10.00 waktu setempat.
Awalnya, Asahi berulang kali menghubungi putrinya melalui interkom. Merasa heran karena tidak ada jawaban sama sekali, Asahi berjalan kaki ke sebelah rumahnya.
Dia bisa masuk ke dalam rumah karena memang memiliki kunci cadangan. Ketika pintu rumah terbuka, Asahi berteriak histeris.
Dia menyaksikan menantunya Mikio tergeletak berlumuran darah di ruang utama lantai satu. Asahi langsung memanggil putrinya, Yasuko, dan kedua cucunya, Nina dan Rei.
Namun nahas, nenek itu mendapati putrinya juga tewas berlumuran darah bersama kedua cucunya di lantai dua.
Mendengar jeritan Asahi, salah satu kerabatnya datang. Dia pun terkejut melihat pemandangan mengerikan itu, lalu menyambar gagang telepon untuk menghubungi polisi. Tak butuh waktu lama, satu per satu polisi datang ke rumah keluarga Miyazawa.
Hasil penyelidikan polisi
Polisi segera memasang garis polisi dan melakukan olah tempat kejadian perkara. Tim forensik pun datang untuk melakukan penyelidikan.
Dugaan polisi setempat, pembunuh keluarga Miyazawa masuk melalui jendela kecil kamar mandi di lantai dua. Pelaku pertama kali membunuh Rei, yang tengah tidur, dengan cara mencekik lehernya hingga tewas.
Pelaku langsung turun ke lantai satu dan mendapati Mikio tengah menyelesaikan pekerjaan kantornya.
Melihat orang tak dikenal datang membawa pisau, Mikio sempat melakukan perlawanan. Namun, ia kalah beradu fisik. Dia mengalami luka tusuk di kedua tangannya, paha, bokong, dan bagian dada yang mematikan.
Setelah menghabisi Mikio, pelaku kembali ke lantai dua mencari Yasuko dan Nina yang tidur di loteng di atas lantai dua.
Pelaku naik tangga kecil yang ada di dekat toilet lantai dua menuju loteng. Melihat korbannya tertidur lelap, pelaku menyerang dengan menusukkan pisau ke wajah dan leher Yasuko.
Wanita itu terbangun dan berusaha kabur dengan menggendong Nina untuk melarikan diri. Tapi pelaku mengejarnya dan menusukkan pisau ke kepala Yasuko hingga ambruk.
Sementara itu, Nina dipukul hingga tewas di tempat yang sama. Keduanya ditemukan meringkuk saling membelakangi punggung.
Setelah menghabisi satu keluarga, pelaku menuju dapur di lantai satu, membuka lemari es dan mengambil beberapa es krim cup untuk dimakan.
Baca juga: Nasib Festival Seks di Korea Selatan Setelah Menuai Kecaman
Dia juga sempat menyeduh minuman teh hangat, serta membalut luka di tangan kanannya akibat tersayat pisau patah yang digunakan untuk membunuh para korbannya.
Tak hanya itu, pelaku bahkan menggeledah lemari dan laci di lantai satu dan dua, mengambil uang sebesar 150 ribu yen (setara 1.500 dolar AS saat itu).
Diduga, pelaku masih berada di rumah itu pada pukul 1.00 malam. Pasalnya, pada jam tersebut, pelaku sempat membuka internet melalui komputer kerja milik Mikio, berselancar di dunia maya dan membuat folder.
Kuat dugaan, pelaku kabur antara pukul 1.30 malam dan pagi hari. Pelaku banyak meninggalkan jejak sepatu di dalam dan luar rumah. Dia juga meninggalkan tas pinggang, sweter, dan pisau yang patah.
Polisi temui jalan buntu
Upaya kepolisian Tokyo mengungkap kasus pembunuhan keluarga Miyazawa menemui jalan buntu.
Setidaknya, sampai saat ini, sudah lebih dari 240.000 petugas, detektif, pakar kriminologi, dan ahli forensik yang dilibatkan dalam penyelidikan. Polisi juga menerima 16.000 informasi dari masyarakat, tapi pelakunya masih buron.
Polisi sempat mengeluarkan sayembara bagi masyarakat yang mengetahui identitas atau mampu menangkap pembunuh tersebut. Bahkan polisi menaikkan hadiah uang dari 3 juta yen menjadi 20 juta yen.
Polisi Tokyo juga sudah melakukan tes DNA terhadap bercak darah miliki pelaku yang diketahui bergolongan A. Dari analisis tes DNA, pelaku diketahui memiliki ibu keturunan Eropa, kemungkinan dari negara dekat Laut Mediterania atau Laut Adriatik.
Dari analisis kromosom Y, diketahui ayah pelaku adalah keturunan Asia, seperti Korea, China, dan Jepang. Pelaku diyakini memiliki tinggi badan sekitar 170 sentimeter dengan tubuh kurus.
Temuan terbaru, pelaku diduga pria berasal dari Korea Selatan yang disebut sebagai “K”.
Sedangkan dalam buku berjudul Setagaya Ikka Satsujin Jiken: Jugonen-me no Shin Jijitsu (Kasus Pembunuhan Keluarga Setagaya: 15 Tahun, Fakta-fakta Baru) yang ditulis Fumiya Ichihashi pada 5 Desember 2015, disebut inisial pelaku lainnya adalah “R”.
Ichihashi, mantan jurnalis investigasi kawakan Jepang dari Mainichi Shimbun menyebutkan bukti yang ditemukan di TKP adalah partikel pasir yang ditelusuri ke Provinsi Gyeonggi, Korea Selatan.
Dia menduga pelaku memiliki motif uang. Pasalnya, pelaku seolah memahami betul tentang kondisi warga di kawasan Kamisoshigaya yang menerima uang ganti penggusuran.
Pelaku yang diduga bernama “K” ini disebut menyuruh pelaku bernama “R” untuk melakukan eksekusi.
Ichihashi juga mengklaim telah melakukan kontak dengan “R”, yang digambarkan sebagai mantan anggota militer Korea Selatan. Dia berhasil mendapatkan sidik jari “R”, yang diyakini sama dengan sidik jari yang ditemukan polisi di TKP.
Sayangnya, buku itu masih merupakan teka-teki penuh misteri dan sarat dugaan semata.
Publik masih menanti pelakunya ditangkap dan diadili. Terlebih lagi bagi keluarga korban, yang menanti keadilan.