Kerja Tanpa Libur 104 Hari, Karyawan di China Meninggal Dunia

MALE INSPIRE.id – Dalam bekerja, terkadang kita mengabaikan waktu istirahat agar pekerjaan lebih cepat selesai. Namun faktanya, bekerja terlalu keras dapat membuat kita kelelahan, dan berisiko bagi kesehatan.

Bekerja tanpa menyisihkan waktu untuk beristirahat atau libur dapat menimbulkan malapetaka. Seperti yang dialami oleh seorang pekerja asal China bernama A’bao (30 tahun).

Seperti diberitakan South China Morning Post, A’bao meninggal dunia akibat mengalami kegagalan organ usai bekerja 104 hari berturut-turut.

Baca juga: Aturan Baru di Australia, Perusahaan Hubungi Karyawan di Luar Jam Kerja akan Didenda

Kejadian ini mendapatkan banyak reaksi dari warga setempat dan menilai perusahaan tidak berperikemanusiaan.

Sayangnya, tindakan bekerja berlebihan kerap terjadi di China dan berakhir menjadi kematian bagi korban.

Sakit setelah bekerja 104 hari tanpa libur

Awalnya, A’bao bekerja menangani sebuah proyek di Zhoushan, Provinsi Zhejiang, China timur.

Setelah menandatangani kontrak, dia bekerja setiap hari selama 104 hari dari bulan Februari-Mei 2024. Ia hanya pernah istirahat satu hari, yakni pada 6 April 2024.

Pada 25 Mei 2024, dia lalu mengambil cuti sakit karena merasa tidak enak badan. A’bao menghabiskan hari libur untuk istirahat di asramanya.

Namun tiga hari kemudian, kondisi A’bao memburuk. Dia segera dilarikan ke rumah sakit oleh rekan-rekannya. Naas, dia meninggal pada 1 Juni 2024.

Hasil pemeriksaan menunjukkan A’bao tertular infeksi pneumokokus. Kondisi ini sering dikaitkan dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu.

Infeksi yang disebabkan bakteri Streptococcus pneumoniae ini lalu berkembang menjadi kegagalan pada beberapa organ dan gagal napas. Hal inilah yang merenggut nyawa A’bao.

Atas kejadian tersebut, keluarga A’bao lalu mengambil tindakan hukum kepada perusahaan yang mempekerjakan pria tersebut.

Baca juga: Cara Jawab Pertanyaan ‘Mengapa Anda Ingin Pekerjaan ini’ saat Wawancara Kerja

Perusahaan sempat mengelak

Meski A’bao meninggal saat masih bekerja di bawah perusahaan, kematiannya sempat tidak dianggap sebagai cedera akibat kecelakaan kerja.

Dikutip laman Times of India, pejabat jaminan sosial awalnya mengatakan kematian A’bao tidak memenuhi syarat sebagai cedera akibat pekerjaan.

Sebab, ada jarak waktu lama antara korban sakit dan meninggal dunia. A’bao meninggal lebih dari 48 jam setelah sakit.

Perusahaan juga berpendapat beban kerja A’bao dapat dikelola dengan baik. Waktu lembur yang dia jalani juga bersifat sukarela.

Perusahaan pun menyebut kematian A’bao disebabkan masalah kesehatan yang dideritanya. Kurangnya intervensi medis yang tepat waktu pun dinilai memperburuk kondisinya.

Namun, keluarga A’bao tetap menggugat perusahaan tersebut, meminta kompensasi, dan menuduh adanya tindak kelalaian perusahaan.

Baca juga: 5 Tanda Atasan Toxic di Kantor, Jangan Diabaikan

Seperti dilaporkan Wion, pengadilan memutuskan perusahaan melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan China. Berdasarkan undang-undang, karyawan dilarang bekerja lebih dari 8 jam per hari dan rata-rata 44 jam per minggu.

Pengadilan juga memutuskan pelanggaran peraturan ketenagakerjaan itu berperan besar dalam melemahnya sistem kekebalan tubuh A’bao dan akhirnya menyebabkan kematian.

Keluarga akhirnya menerima ganti rugi akibat kematian A’bao sebesar 400.000 yuan (sekitar Rp 872 juta). Biaya itu termasuk 10.000 yuan (setara Rp 21 juta) atas tekanan emosional yang dialami.

Perusahaan lalu mengajukan banding atas putusan tersebut. Namun, Pengadilan Menengah Rakyat Zhoushan menguatkan putusan awal tersebut pada Agustus 2024.

Bukan kejadian pertama

Kejadian yang dialami A’bao mendapatkan komentar negatif dari masyarakat China. Mereka menilai biaya kompensasi dari perusahaan terlalu rendah.

Meski begitu, kematian A’bao bukanlah peristiwa tragis pertama terkait kondisi lingkungan kerja yang keras di China.

Pada Agustus 2019, karyawan dengan nama samaran Zhu Bin meninggal dunia secara tiba-tiba dalam perjalanan pulang setelah bekerja.

Zhu lalu diketahui telah bekerja sepanjang bulan Juli 2019 tanpa istirahat atau menghabiskan 130 jam bekerja lembur.

Pengadilan memutuskan majikan Zhu bertanggung jawab memberikan kompensasi sebesar 30 persen atas kematian Zhu. Keluarga korban lalu mendapat biaya kompensasi sebesar 360.000 yuan atau lebih kurang Rp 785 juta.