MALE INSPIRE.id – Jepang dikenal sebagai negara maju dengan budaya kerja keras dan disiplin yang tinggi.
Namun rupanya, Negeri Sakura menyimpan sebuah fenomena sosial yang mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang.
Fenomena ini disebut jouhatsu. Secara harfiah, jouhatsu berarti “menguap” atau menghilang.
Baca juga: Kenapa Orang Cerdas Lebih Suka Menyendiri?
Jouhatsu merujuk pada orang-orang yang secara sengaja menghilang dari kehidupan lama mereka, meninggalkan rumah, pekerjaan, bahkan keluarga, tanpa jejak.
Alasan orang di Jepang memilih jouhatsu
Ada banyak alasan mengapa orang-orang di Jepang memilih melakukan jouhatsu.
Seperti dilaporkan LADbible, tekanan finansial, masalah pekerjaan, dan stigma sosial terkait kebangkrutan menjadi beberapa faktor pendorong utama.
Bukan rahasia lagi, budaya malu di Jepang sangat tinggi jika menghadapi kegagalan. Budaya ini disebut dengan sekentei.
Kegagalan dalam melakukan sesuatu akan menjadi beban mental yang berat bagi orang Jepang.
Inilah yang kemudian membuat banyak orang di sana merasa lebih mudah untuk menghilang daripada menghadapi konsekuensi sosial.
Baca juga: Kisah Pria Rencanakan Pensiun Dini, Hanya Makan Semangkuk Nasi untuk Makan Malam
Jouhatsu meningkat setiap tahun
Fenomena jouhatsu terbilang massif di Jepang. Berdasarkan laporan Time Magazine pada 2017, diperkirakan hampir 100.000 orang Jepang menghilang tanpa jejak setiap tahun. Angka itu masih berlanjut hingga kini.
Data kepolisian Jepang menunjukkan bahwa pada tahun 2022 terdapat 84.910 warga Jepang yang dilaporkan hilang.
Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum pandemi, yakni rata-rata 83.283 orang yang menghilang per tahun.
Bukan fenomena baru
Fenomena jouhatsu bukanlah sesuatu yang baru di Negeri Matahari Terbit. Istilah jouhatsu mulai digunakan pada tahun 1960-an.
Saat itu, tingkat perceraian di Jepang sangat rendah. Banyak orang merasa lebih mudah untuk menghilang dibandingkan harus menjalani proses perceraian yang rumit.
“Di Jepang, lebih mudah untuk menghilang,” kata sosiolog Jepang, Hiroki Nakamori seperti dilansir BBC.
Di sana, privasi adalah hal yang sangat dilindungi. Ini membuat orang yang melakukan jouhatsu bisa bebas menarik uang dari ATM tanpa ditandai.
Artinya, anggota keluarga tidak dapat mengakses video keamanan yang mungkin merekam orang tersebut.
“Polisi tidak akan campur tangan kecuali ada alasan lain seperti kejahatan atau kecelakaan,” sambung Hiroki.
Baca juga: Banyak Pria jadi Hikikomori, apa Penyebabnya?
Difasilitasi oleh perusahaan
Jouhatsu tidak dilakukan sendiri oleh individu yang ingin menghilang. Ada perusahaan yang menyediakan layanan ini.
Perusahaan-perusahaan ini membantu klien mereka menghilang diam-diam, dari mengurus akomodasi baru hingga mendapatkan identitas baru.
Biaya yang ditawarkan bervariasi. Tapi, banyak klien rela membayar mahal demi kebebasan dan ketenangan yang mereka cari.
Dampak negatif jouhatsu
Meskipun terlihat sebagai solusi instan, nyataya jouhatsu membawa banyak dampak emosional yang negatif.
Banyak dari mereka yang menghilang mengalami perasaan penyesalan dan kesedihan mendalam setelah memutuskan semua hubungan dengan kehidupan lama mereka.
Jouhatsu tidak hanya berdampak pada orang yang memilih untuk menghilang, tetapi juga pada keluarga dan orang-orang terdekat yang ditinggalkan.
Orang-orang yang ditinggalkan merasa terkejut, sedih, bahkan menyalahkan diri atas keputusan yang diambil oleh orang yang memilih menghilang.
Budaya jouhatsu di Jepang merupakan cerminan dari tekanan sosial dan ekonomi yang intens di negara itu.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana beberapa orang merasa bahwa satu-satunya jalan keluar dari situasi mereka adalah menghilang dan memulai hidup baru.