Kenapa Aplikasi Kencan Bikin Pria Stres?

MALEINSPIRE.id – Sekitar satu dekade lalu, cerita romansa paling hits adalah ketika kita bertemu wanita lewat aplikasi kencan, menjalin hubungan, lalu menikah.

Rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata. Tapi sekarang? Ceritanya berbeda.

Generasi sekarang lebih sadar. Pria modern tidak lagi merasa jumlah match di Tinder, Bumble, atau Hinge menentukan nilai diri mereka. Pria pun lebih paham cara kerja media sosial, lebih kritis, dan lebih pintar.

Dulu, kita terjebak dalam pencarian “lebih banyak like = rasa percaya diri naik.” Namun sekarang, kita sudah bergeser ke dalam pemikiran “lebih banyak engagement = lebih banyak uang pendapatan.”

Namun, kenapa masih banyak pria merasa aplikasi kencan membikin stres, padahal tujuannya mempermudah untuk menemukan cinta dari rumah, seperti belanja online?

Seperti dikutip MenSXP, ketika pandemi, penggunaan aplikasi kencan melonjak. Tinder mencatat 300 miliar swipe dalam satu hari.

Adapun aplikasi kencan OKCupid mengalami peningkatan kencan sebesar 700 persen. Fitur video call di Bumble naik 70 persen.

Artinya, rasa sepi dan takut sendiri yang dirasakan banyak orang beberapa tahun lalu diperparah dengan kecemasan, isu percaya diri, penolakan, perbandingan sosial, kecanduan, dan penggunaan medsos berlebihan —semua efek samping dari aplikasi kencan.

Hingga kini, proses swiping dan matching terasa begitu melelahkan. Jika kita belum pernah terpikir membuang ponsel demi menjaga kesehatan mental, aplikasi kencan bisa membuat kita sampai pada titik itu.

Sementara wanita bisa mendapatkan lebih dari 100 match dalam sehari dan berkomunikasi dengan 10–12 orang sekaligus, pria justru sering terkena ghosting tanpa alasan jelas.

Bukan soal penampilan atau isi obrolan, tapi interaksi yang terlihat biasa saja terkadang bisa memicu rasa tidak aman.

Pria sekarang adalah generasi yang sadar akan luka batin, tapi belum sembuh sepenuhnya. Ada trauma yang kita tahu, dan mungkin kita bahkan tidak menyadari jika trauma itu sedang kita bawa.

Saat kecil dulu, tidak dipercaya sama orangtua dalam suatu hal mungkin membuat kita trauma.

Begitu pula ketika dimarahi guru di depan gebetan, atau merasakan putus cinta untuk pertama kalinya, semua itu dapat menyebabkan kita trauma dan membawanya hingga dewasa.

Seorang wanita yang tak membalas pesan setelah mengobrol seharian seharusnya tidak masalah. Tapi itu tetap terasa menyakitkan, dan bisa memicu trauma ditinggalkan.

Si dia masih merespons kita, tapi juga dekat dengan orang lain. Atau, mungkin dia sudah menikah tanpa memberitahu kita. Hal ini bisa memicu rasa tidak percaya.

Tanpa disadari, semua ini menghambat proses penyembuhan dan malah membuka jalan ke hubungan yang toksik. Akibatnya, kecemasan, depresi, ketakutan terhadap keintiman, dan hubungan yang tidak sehat semakin menumpuk.

Jadi, apa yang bisa dilakukan?

Cobalah kembali ke interaksi langsung, bertemu dan mengenal calon pasangan secara nyata.

Kenali diri sendiri, pahami kebutuhan dan keinginan kita, lalu komunikasikan dengan jujur kepada orang lain. Jangan ragu untuk pergi menjauh saat muncul tanda bahaya dari target kita.

Apabila kita merasa lebih damai tanpa aplikasi kencan, itu bisa menjadi keputusan terbaik dalam menjaga kewarasan. Namun pilihan itu sepenuhnya ada di tangan masing-masing individu.