MALEINSPIRE.id – Gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK massal kembali melanda sejumlah perusahaan besar dunia.
Dalam satu minggu terakhir, Amazon, Paramount, dan General Motors (GM) menjadi sorotan setelah mengumumkan PHK massal ribuan karyawan di berbagai divisi.
Situasi ini menambah daftar panjang PHK massal di sektor teknologi, media, dan otomotif sepanjang 2025.
Baca juga: Quiet Hiring, Fenomena Baru di Dunia Kerja yang Perlu Diwaspadai
Namun, di tengah tekanan kehilangan pekerjaan secara mendadak, para ahli memperingatkan agar karyawan tidak terburu-buru menandatangani perjanjian pesangon (severance agreement) yang diberikan perusahaan.
Menurut Kristina O’Neill, mantan pemimpin redaksi WSJ Magazine dan penulis buku All the Cool Girls Get Fired, langkah itu bisa menjadi kesalahan besar.
“Jangan tanda tangan apa pun saat itu juga,” ujar O’Neill dalam podcast Net Worth and Chill bersama pakar keuangan Vivian Tu.
Ia menjelaskan bahwa perjanjian pesangon sering kali disodorkan dalam suasana yang membuat karyawan merasa harus segera menyetujui. Padahal, menurutnya, posisi tawar justru masih berada di tangan pekerja.
Rekan penulisnya, Laura Brown, yang juga mantan pemimpin redaksi InStyle, menambahkan bahwa setiap pekerja berhak meminta waktu untuk meninjau dokumen tersebut dengan cermat.
“Kamu mungkin tak bisa menundanya berbulan-bulan, tapi kamu berhak mengambil waktu beberapa hari untuk berkonsultasi dengan pengacara atau teman tepercaya,” ujarnya.
Negosiasi saat terkena PHK massal

Dalam buku All the Cool Girls Get Fired, kolumnis keuangan The New York Times, Ron Lieber, memberikan saran penting bagi siapa pun yang sedang menghadapi PHK massal: “Selalu minta kesepakatan yang lebih baik.”
Baca juga: Fenomena Job Hugger, Takut Resign dan Terjebak di Zona Nyaman Karier
Menurut Lieber, negosiasi pesangon bukan hanya soal menambah nominal uang tunai, tetapi juga tentang waktu dan manfaat tambahan yang dapat membantu pekerja menyesuaikan diri sebelum kembali ke dunia kerja. Beberapa hal yang dapat dinegosiasikan antara lain:
- Pembayaran cuti tahunan yang belum digunakan.
- Outplacement services, seperti pelatihan karier, pembuatan resume, simulasi wawancara, dan bantuan penempatan kerja.
- Pemendekan masa berlaku klausul non-kompetisi, agar bisa segera bekerja di perusahaan lain.
- Kepemilikan barang kantor pribadi, misalnya laptop atau ponsel yang sudah digunakan lama.
- Perpanjangan asuransi kesehatan, terutama jika ada kebutuhan medis mendesak seperti operasi yang sudah dijadwalkan.
Lieber juga menekankan pentingnya mengomunikasikan situasi pribadi dengan sopan.
Misalnya, jika karyawan tengah merawat anggota keluarga yang sakit atau membutuhkan fleksibilitas khusus, mereka dapat menyampaikan hal tersebut untuk mendapat pertimbangan tambahan.
Ambil waktu, atur strategi

Dalam situasi emosional seperti PHK massal, banyak pekerja merasa terdesak untuk segera menyelesaikan proses administrasi.
Namun, para ahli sepakat bahwa mengambil waktu minimal 24 jam sebelum menandatangani dokumen adalah langkah penting.
Baca juga: Mimpi Kehilangan Pekerjaan, Mungkin ini Sebabnya
Waktu tersebut bisa digunakan untuk memahami konsekuensi hukum, menghitung manfaat finansial, dan mempersiapkan langkah karier berikutnya.
Dengan meningkatnya frekuensi PHK massal di berbagai sektor —termasuk teknologi dan media yang masih dalam fase restrukturisasi besar— para pekerja diimbau untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan pasca-PHK.
Karena seperti kata O’Neill, “Bola sebenarnya masih ada di tanganmu.”