MALEINSPIRE.id – Kopi tubruk menjadi salah satu varian kopi yang sangat digemari di Indonesia —terutama karena metode penyeduhannya yang sederhana namun menghasilkan cita rasa yang bold dan kental.
Metode ini mengusung karakter unik yang berbeda dari teknik seduh modern.
Catatan sejarah kopi tubruk dirangkum dalam buku Kopi: Sejarah dan Tradisi Minum Kopi, Cara Benar Mengekstrak dan Menikmati Kopi, Manfaat dan Risiko Kopi bagi Kesehatan karya Murdijati Gardjito dan Dimas Rahadian AM.
Baca juga: Jenis Biji Kopi Utama Selain Arabika dan Robusta, Mana Favoritmu?
Sejarah kopi tubruk
Dalam buku tersebut dituliskan bahwa kopi tubruk merupakan kopi yang diseduh tanpa penyaringan, sehingga ampas bubuk kopi masih tertinggal dalam cangkir.
Metode ini diperkirakan berkembang dari Timur Tengah, lalu dibawa oleh pedagang Turki dan akhirnya sampai ke Nusantara pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1696.
Proses penyajiannya tetap sederhana. Bubuk kopi halus (kadang digiling dengan alu dan lesung) dicampur dengan air panas mendidih dan gula langsung di dalam satu gelas atau cangkir.
Dalam budaya Jawa, istilah “tubruk” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “bertabrakan” —menggambarkan bagaimana air panas, gula, dan bubuk kopi “bertabrakan” dalam satu gelas.
Baca juga: Janji Jiwa Culture Ekspansi ke Luar Jawa, Hadirkan Ruang Kopi dan Komunitas
Filosofi ini kemudian dihubungkan dengan kehidupan manusia yang penuh dinamika dan ujian, namun tetap kuat dan tegar.
Studi terbaru dari Institut Pertanian Bogor (IPB) juga menegaskan bahwa metode tubruk menghasilkan ekstraksi rasa yang lebih maksimal —karena bubuk kopi langsung terendam dalam air panas dan tidak melalui proses filtrasi.
Alhasil, cita rasa kopinya terasa lebih pekat dan aromanya lebih kuat.
Baca juga: 6 Mitos Kopi dari Berbagai Penjuru Dunia, Sudah Tahu?
Kini kopi tubruk dapat dengan mudah ditemui di warung kopi, kafe, maupun rumah-rumah di seluruh Indonesia.
Di Pulau Jawa dan Bali, kopi tubruk dikenal pula dengan sebutan “kopi salem”.