MALEINSPIRE.id – Di tengah maraknya berita pemutusan hubungan kerja atau layoff di tempat kerja bergengsi seperti Meta dan Amazon, wajar jika banyak karyawan merasa cemas akan masa depan pekerjaannya.
Menurut para pakar SDM, efisiensi berkat teknologi AI dan evaluasi biaya akhir tahun menjadi beberapa alasan utama di balik layoff di tempat kerja.
Meskipun bagi karyawan PHK sering terasa mendadak, para ahli mengatakan ada beberapa tanda peringatan (red flag) yang bisa diamati.
Baca juga: Meta PHK Sebagian Karyawan, Apa Sebabnya?
Mengetahui sinyal-sinyal ini dapat memberi kita waktu berharga untuk mempersiapkan langkah selanjutnya.
Tanda layoff di tempat kerja akan terjadi
Berikut adalah enam tanda peringatan akan adanya layoff di tempat kerja, menurut para pakar HR dan rekrutmen.
1. Aktivitas perekrutan melambat drastis
Menurut Jalonni Weaver, perekrut senior, tanda bahaya nomor satu dari gelombang layoff yang akan datang adalah “perlambatan dalam perekrutan.”
Waspadalah jika perusahaan tiba-tiba berhenti mempublikasikan lowongan baru, atau jika beberapa lowongan yang ada dibiarkan terbuka berbulan-bulan tanpa ada keputusan.
Ini bisa menjadi sinyal kuat bahwa perusahaan sedang mengalami masalah finansial.
Meskipun pembekuan rekrutmen (hiring freeze) tidak selalu berarti layoff akan segera terjadi, pakar HR Jason Walker menegaskan, “Itu bukan pertanda baik bahwa perusahaan sedang baik-baik saja secara finansial.”
2. Anggaran dipangkas dan fasilitas karyawan hilang

Jika fasilitas yang sebelumnya menjadi bagian dari budaya kerja —seperti camilan gratis, tunjangan kopi, atau bahkan bonus akhir tahun— mulai menyusut atau menghilang seluruhnya, ini adalah indikator kuat layoff di tempat kerja akan terjadi.
Weaver mencatat bahwa ketika perusahaan mengalami kesulitan uang, hal-hal non-esensial akan dipangkas lebih dulu. Perubahan ini sering kali berdampak langsung pada atmosfer kerja.
“Budaya kerja biasanya ikut bergeser. Dan tidak ada yang benar-benar bahagia,” tutur dia.
Baca juga: Gelombang PHK di Microsoft Belum Selesai, Kini 300 Karyawan Terdampak
3. Perubahan narasi dan fokus pimpinan
Dengarkan baik-baik bahasa yang digunakan oleh para pemimpin perusahaan.
Rey Ramirez, salah satu pendiri Thrive HR Consulting, menyarankan untuk waspada terhadap frasa seperti, “Kita perlu menjadi lebih efisien.”
Selain itu, perhatikan jika fokus perusahaan bergeser.
“Jika satu kuartal kita berfokus pada inovasi dan dampak, dan kemudian kuartal berikutnya beralih pada ‘merapatkan barisan’ (buckling down), itu bisa menjadi sinyal layoff akan datang,” kata Rosie Nestingen, seorang konsultan organisasi.
Menurutnya, bahasa-bahasa ini sering digunakan untuk “menanam benih” dan mempersiapkan karyawan secara psikologis untuk perubahan yang tidak menyenangkan.
4. Munculnya fenomena quiet firing
Tanda peringatan besar layoff di tempat kerja lainnya adalah apa yang disebut Weaver sebagai “quiet firing” (pemecatan diam-diam).
Ini adalah strategi di mana perusahaan secara sistematis “mendorong orang keluar, terlepas dari kinerjanya,” tanpa harus melakukan PHK formal.
Contohnya? Karyawan yang bekerja per jam mungkin tiba-tiba mendapati jam kerja mingguan mereka dipotong setengahnya.
“Karyawan tidak bisa hidup dengan gaji yang berkurang 50 persen,” kata Ramirez.
“Jadi, ini hampir secara desain mulai mendorong orang keluar.”
5. Mandat kembali bekerja di kantor yang ketat

Penerapan mandat return to office (RTO) yang kaku juga bisa menjadi salah satu metode quiet firing.
Setelah bertahun-tahun bekerja secara fleksibel, perusahaan tahu bahwa banyak karyawan lebih memilih mencari pekerjaan lain daripada harus kembali penuh waktu ke kantor.
Perusahaan dapat menggunakan kebijakan RTO sebagai alat untuk mengurangi jumlah karyawan secara “sukarela” tanpa harus membayar pesangon.
Baca juga: TikTok Diterpa Kabar PHK Massal Karyawan, Berikut Faktanya
6. Rekan kerja (terutama yang berkinerja tinggi) mulai pergi
Terakhir, perhatikan jika rekan kerja kita —terutama mereka yang berkinerja tinggi atau menduduki posisi senior— mulai mengundurkan diri satu per satu.
Mereka mungkin memiliki informasi lebih atau “mungkin sadar bahwa perusahaan sedang tidak baik-baik saja,” kata Weaver.
Selain itu, perginya talenta terbaik bisa jadi karena mereka merasa terhambat oleh kurangnya peluang pertumbuhan, yang sering terjadi ketika perusahaan sedang melakukan penghematan.