
MALEINSPIRE.id – Perpaduan budaya merupakan dampak yang tak terelakkan dari hubungan perdagangan antarnegara. Faktor kolonialisme juga memberi pengaruh besar, termasuk dalam dunia kuliner.
Indonesia sendiri memiliki warisan rasa dari masa penjajahan Belanda, salah satunya adalah poffertjes —kue kecil bulat dengan tekstur kenyal dan rasa manis yang kerap dianggap sebagai “saudara” dari kue cubit.
Seperti dikutip The Dutch Table, poffertjes pertama kali dikembangkan pada tahun 1720 oleh para biarawan Prancis di dekat kota Woerden, Belanda.
Pada masa itu, bahan utamanya adalah buckwheat, sejenis gandum yang tumbuh di tanah gersang. Karena itulah, hidangan ini awalnya hanya dikonsumsi masyarakat kurang mampu.
Dengan taburan gula dan olesan mentega, poffertjes sudah cukup mengenyangkan perut para petani.
Kehadiran poffertjes di Indonesia tidak terlepas dari sejarah kolonial. Sejak abad ke-16, Belanda mulai memasuki Indonesia dan membawa pengaruh besar terhadap kebijakan publik, budaya, bahasa, hingga kuliner.
Selain Belanda, bangsa Portugis, Spanyol, dan Inggris juga meninggalkan jejak budaya melalui jalur perdagangan.
Asimilasi budaya sebagai dampak kolonialisme ini tampak dalam cara memasak, menyajikan, hingga mengonsumsi makanan.
Chef sekaligus penulis asal Jakarta, Theodora Hurustiati, menegaskan bahwa meski konflik Belanda dan Indonesia berlangsung ratusan tahun, pengaruh budaya —termasuk kuliner— tetap melekat di kedua negara.
Dalam salah satu tulisannya, Theodora menceritakan kisah neneknya yang berasal dari Pulau Bangka. Sang nenek pernah bekerja di dapur sebuah biara yang dikelola oleh Belanda, membantu para suster memasak sekaligus belajar resep-resep masakan Belanda.
Cerita itu menjadi bukti nyata perjalanan kuliner Belanda di Indonesia.
Secara historis, para misionaris turut memperkenalkan kuliner Belanda melalui pelayanan mereka, terutama dalam membantu masyarakat kurang mampu dengan menyediakan makanan, tempat tinggal, dan pekerjaan.
Di sisi lain, kalangan priyayi atau bangsawan Indonesia yang berinteraksi dengan orang Eropa, khususnya di Jawa, ikut menyebarkan budaya Belanda di lingkungan kelas atas.
Dari perpaduan antara pendatang dan masyarakat lokal inilah, lahir ragam kuliner Indonesia yang begitu unik. Selama masa penjajahan, poffertjes pun perlahan dikenal dan diterima oleh lidah masyarakat Nusantara.
Hingga kini, poffertjes masih menjadi sajian istimewa. Di Belanda, kue ini kerap hadir dalam perayaan hari libur nasional maupun pesta kecil.
Sementara di Indonesia, poffertjes dikenal sebagai kue jadul yang tetap digemari, terutama saat Natal atau festival kuliner tempo dulu.
Dengan taburan gula halus, saus karamel, atau saus cokelat, teksturnya yang lembut dan rasanya yang manis menjadikan poffertjes sebagai hidangan nostalgia yang selalu dirindukan.