5 Fakta Mendalam Mengenai Nasi Tumpang Lethok Khas Klaten

Nasi Tumpang Lethok

MALEINSPIRE.id – Klaten, wilayah yang secara geografis berada di antara dua pusat budaya besar, Yogyakarta dan Surakarta, menawarkan cita rasa kuliner yang khas, salah satunya adalah Nasi Tumpang Lethok.

Nasi Tumpang Lethok dikenal memiliki identitas rasa dan tekstur yang otentik.

Lantas, seperti apa perjalanan dari kuliner khas Kota Seribu Candi ini?

Baca juga: 5 Makanan Populer Dunia dengan Nama ‘Menipu’, Dari Lion’s Head hingga Sweetbreads

Fakta unik nasi tumpang lethok khas Klaten

Berikut adalah lima fakta kunci mengenai Nasi Tumpang Lethok yang menjadikannya wajib dicoba:

1. Keunikan rasa dan tekstur dari tempe semangit

Nasi Tumpang Lethok

Meskipun hidangan dengan nama “Tumpang” mungkin dapat ditemui di wilayah Solo Raya atau Yogyakarta, Nasi Tumpang Lethok Klaten memiliki karakter yang berbeda.

Keotentikan utamanya terletak pada tekstur kuahnya yang kental dan legit.

Tekstur unik ini merupakan hasil dari proses memasak yang panjang dan perpaduan antara ulekan tempe semangit (tempe yang hampir membusuk) dengan bumbu-bumbu khas dan kuah kental berwarna merah.

Kuah ini juga dimasak bersama isian seperti krecek kulit sapi, tahu kulit (tahu pong), telur rebus, dan koyor (urat sapi), hingga semua bumbu meresap sempurna. Hasilnya adalah tekstur lembut yang lumer di mulut.

Sensasi dari proses memasak yang mendalam ini menghasilkan rasa gurih yang membekas di lidah.

Uniknya, rasa lezat ini tidak menimbulkan rasa enek dan tidak pedas berlebihan, melainkan menghasilkan keseimbangan rasa yang mendorong selera makan.

2. Dikenal juga sebagai Sego Koyor

Di kalangan masyarakat lokal, penganan ini lebih populer dengan sebutan Sego Koyor. Dalam bahasa Jawa, Sego berarti nasi, sedangkan koyor adalah sebutan untuk urat sapi.

Sebutan Sego Koyor bahkan lebih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari warga Klaten, menyoroti komponen daging urat sapi yang menjadi daya tarik utama hidangan ini.

Tips mengolah koyor yang tepat adalah dengan memasaknya dalam waktu lama menggunakan api kecil (slow cooking) hingga empuk dan rempah-rempah meresap sempurna. Konsistensi koyor yang lembut ini sering kali membuat penikmatnya menambah porsi.

Baca juga: Memperingati Hari Pahlawan 10 November, ini Kuliner Surabaya Legendaris yang Wajib Dicoba

3. Ragam lauk pendamping yang menggugah selera

Mengonsumsi Nasi Tumpang Lethok bukan sekadar menyantap nasi hangat yang disiram kuah tumpang.

Kuliner ini dapat dikreasikan dengan beragam lauk pendamping untuk memperkaya rasa, seperti kerupuk beras (dikenal sebagai karak), tempe goreng, dan tahu bacem.

Pengalaman menyantap akan lebih otentik jika ditemani teh Ginastel (legi, panas, pahit, dan kental).

Beberapa penjual juga menambahkan taburan daun kemangi segar yang dicampur dengan potongan lalapan (mentimun) atau sayuran mentah yang dibumbui parutan kelapa gurih (dikenal sebagai bumbu urap).

4. Bubur Lemu sebagai alternatif nasi

Nasi Tumpang Lethok

Tidak melulu disajikan dengan nasi, hidangan ini juga dapat dinikmati dengan Bubur Lemu (bubur beras yang kental dan gurih) sebagai alternatif.

Bubur Lemu memiliki kemiripan dengan bubur ayam konvensional, namun disajikan lebih kering atau minim air, menghasilkan tekstur yang lebih padat dan kental (tidak encer).

Bubur Lemu yang kering tersebut sangat cocok dipadukan dengan kuah tumpang lethok dan beragam lauknya.

Karena teksturnya yang ringan, Bubur Lemu sering dinikmati di waktu-waktu tertentu, terutama saat malam hari, sebagai pengganjal perut yang tidak memberatkan.

Baca juga: 4 Alasan Kenapa Lapis Legit Bernilai Tinggi

5. Identitas sebagai kuliner malam otentik

Nasi Tumpang Lethok atau Sego Koyor, mudah ditemui di seluruh penjuru Klaten.

Di beberapa kecamatan, seperti Pedan, penjual sengaja membuka dagangan sebagai kuliner malam, seringkali baru menjajakan hidangan ini sejak pukul 23.00 WIB hingga dini hari menjelang subuh.

Tradisi berdagang kuliner malam semacam ini telah lama berjalan di Klaten, jauh sebelum tren kuliner malam modern merebak di Indonesia.

Menyantap hidangan hangat ini di malam hari adalah hal yang lumrah dan menawarkan suasana lain saat menjelajahi Klaten dan sekitarnya.