
MALEINSPIRE.id – Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh laporan Cybernews yang menyebutkan kebocoran 16 miliar password, angka yang melampaui rekor Compilation of Many Breaches (COMB) dengan 10 miliar kredensial pada Juli 2024.
Meski tidak berasal dari insiden kebocoran baru, penyedia solusi identitas digital Vida menilai bahwa fenomena ini tetap menjadi pengingat betapa pentingnya perlindungan data pribadi di era serba digital.
Menurut Niki Lhur, founder dan Group CEO Vida, kredensial adalah lapisan pertama yang harus dilindungi.
“Sayangnya, banyak pengguna belum menyadari bahwa kebocoran ringkas apa pun dapat membuka celah bagi serangan siber yang merugikan secara finansial maupun emosional,” katanya dalam keterangan pers resmi.
“Menanggapi hal ini, Vida berkomitmen mendampingi pelaku usaha dan masyarakat dalam memberi perlindungan identitas digital.”
Penggunaan password secara kurang bijak turut berkontribusi pada meningkatnya intensitas serangan penipuan digital, seperti phishing dan social engineering.
Data dari Vida mengungkap fakta yang mengkhawatirkan, di mana 64 persen orang masih meminta ulang kata sandi, dan 80 persen kebocoran data berawal dari kata sandi yang lemah, digunakan ulang, atau dicuri.
Pada tahun 2024, “123456” dan “password” masih menduduki peringkat teratas sebagai password yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia.
Lebih dari itu, password dengan delapan karakter kini dapat dipatahkan dalam waktu kurang dari satu detik.
Dampak dari lemahnya perlindungan kredensial pun tercermin jelas dalam maraknya kasus penipuan digital yang terus meningkat.
Selama kurun waktu November 2024-Mei 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Indonesia Anti-Scam Center (IASC) menerima 135.397 laporan kasus penipuan digital di sektor keuangan, dengan total kerugian dilaporkan mencapai Rp 2,6 triliun.
Melihat fenomena tersebut, Vida mendorong masyarakat untuk lebih waspada dalam menjaga keamanan digital, dimulai dari pemilihan dan pengelolaan password yang tepat.
Disarankan untuk menggunakan kombinasi huruf besar, huruf kecil, angka, dan simbol dengan panjang minimal 24 karakter, diubah setiap 90 hari, dan hindari penggunaan password yang sama di berbagai akun.
Lapisan perlindungan tambahan juga dapat diperkuat dengan mengaktifkan autentikasi dua faktor (2FA) pada aplikasi dan perangkat.
Sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem digital yang lebih aman, Vida juga mengedepankan pendekatan menyeluruh yang mencakup penyediaan solusi teknologi bagi pelaku industri.
Salah satunya melalui Vida FaceToken, teknologi berbasis biometrik yang menggabungkan pencocokan wajah, deteksi keaktifan, dan otentikasi perangkat dalam satu proses yang aman dan mulus.
Teknologi ini memastikan hanya pengguna asli yang dapat mengakses akun atau melakukan transaksi, serta memberikan perlindungan.
Berbeda dari kata sandi yang rentan terhadap phishing, FaceToken tidak memerlukan kode atau informasi yang mudah disadap, sehingga lebih tahan terhadap manipulasi seperti rekayasa sosial.
Keamanan dari inovasi FaceToken disebut telah teruji dan mendapat sertifikasi iBeta Level 2 untuk teknologi deteksi keaktifan, menjadikan Vida sebagai penyedia identitas digital pertama di Indonesia yang memperoleh pengakuan ini.
Juga, Vida menghadirkan teknologi lain bernama PhoneToken, yakni teknologi autentikasi berbasis perangkat yang memanfaatkan Public Key Infrastructure untuk menjamin keaslian transaksi digital.
Setiap perangkat yang dikaitkan langsung dengan identitas pengguna, memastikan hanya perangkat terdaftar yang dapat digunakan untuk login atau transaksi.
Dengan metode ini, proses autentikasi tidak lagi bergantung pada OTP berbasis SMS yang rawan disadap melalui penipuan BTS atau SIM swap palsu.