MALEINSPIRE.id – Selama berabad-abad, postur tubuh orang pendek sering dikaitkan dengan kekurangan gizi pada masa 1.000 hari pertama kehidupan, yang berdampak pada tumbuh kembang dan kerentanan terhadap penyakit.
Namun, pandangan ini kini menghadapi sudut pandang ilmiah yang berlawanan.
Studi bertajuk “FOXO3 – A Major Gene for Human Longevity” yang dipublikasikan dalam jurnal Plus One menunjukkan bahwa orang pendek justru memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mencapai umur panjang.
Peran sentral gen FOXO3 terhadap orang pendek

Fenomena ini diduga kuat disebabkan oleh adanya gen umur panjang, yaitu FOXO3, yang lebih mungkin dibawa oleh orang pendek.
FOXO3 adalah salah satu dari dua gen yang polimorfisme genetiknya secara konsisten dikaitkan dengan umur panjang di berbagai populasi manusia.
Gen ini sebelumnya telah terbukti mampu meningkatkan harapan hidup dalam uji coba pada hewan.
Studi terbaru yang melibatkan lebih dari 8.000 pria lanjut usia Amerika-Jepang di Hawaii menemukan hubungan langsung antara tinggi badan dan umur panjang.
Penemuan kuncinya adalah bahwa FOXO3 berkorelasi dengan ukuran tubuh yang lebih kecil selama perkembangan awal kehidupan dan berpotensi memberikan umur yang lebih panjang.
Profesor Bradley Willcox, rekan penulis studi tersebut, menjelaskan bahwa pria bertubuh pendek juga cenderung memiliki kadar insulin darah yang lebih rendah dan risiko kanker yang lebih kecil.
“Studi ini menunjukkan, untuk pertama kalinya, bahwa ukuran tubuh terkait dengan gen ini,” kata Bradley Willcox.
Para ilmuwan membagi subjek uji menjadi dua kelompok berdasarkan tinggi: 157 cm dan 162 cm.
Hasil studi menunjukkan perbedaan yang jelas: orang pendek (tinggi 157 cm atau lebih pendek) hidup lebih lama.
Willcox menyimpulkan, “Semakin tinggi seseorang, semakin pendek umurnya.”
Dukungan dari bukti biologis lain
Temuan ini diperkuat oleh studi-studi sebelumnya.
Studi yang diterbitkan di Elsevier pada tahun 2003 menunjukkan bahwa orang pendek memiliki tingkat kematian yang lebih rendah dan lebih jarang mengalami penyakit kronis terkait pola makan setelah usia paruh baya.
Secara biologis, perbedaan ini mungkin terkait dengan replikasi sel.
Ahli demografi Jean-Marie Robine menjelaskan bahwa tubuh yang lebih tinggi membutuhkan lebih banyak replikasi sel untuk mengisi tubuh.
Proses replikasi sel yang intensif ini justru dapat menyebabkan sel “lebih cepat lelah” dan menua.
Genetika bukan satu-satunya faktor

Meskipun temuan ini menyoroti peran genetik dan tinggi badan, Bradley Willcox dan ahli biologi lainnya menggarisbawahi bahwa tinggi badan hanyalah sebagian dari profil umur panjang.
Umur panjang adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh genetik (nature), gaya hidup, dan kondisi sosial (nurture).
Seperti ditekankan oleh Dr. Berry Juliandi dari IPB, seseorang yang memiliki pola makan seimbang, aktif bergerak, dan menjalin hubungan sosial yang kuat berpotensi panjang umur.
Kondisi sosial yang mendukung kebahagiaan —bukan sekadar kekayaan atau jabatan— juga sangat berpengaruh.
Dengan demikian, menjalani gaya hidup sehat tetap menjadi faktor terpenting terlepas dari tinggi badan seseorang.