
MALEINSPIRE.id – Dengan begitu banyak dokumenter dan drama kriminal yang menyoroti Ted Bundy, seolah tidak ada lagi hal baru yang bisa digali.
Namun, wawancara yang direkam Detektif Bob Keppel selama kunjungannya ke penjara, kini ditampilkan dalam dokumenter Hulu berjudul “Ted Bundy: Dialogue with the Devil” memberikan sudut pandang berbeda.
Seperti diberitakan Psychology Today, sebelumnya sudah ada dokumenter lain yang membahas sepak terjang Bundy berjudul The Riverman (2004).
Namun, dokumenter terbaru hadir dengan cerita yang lebih kuat.
Selain menampilkan arsip menarik, Dialogue with the Devil juga menghadirkan wawancara dengan orang-orang yang sebelumnya jarang tersorot publik, termasuk adik tiri Bundy, mentor Keppel, serta putranya.
Keppel dikenal lewat perannya dalam penyelidikan hilangnya sejumlah wanita pada 1974 di Pacific Northwest, AS, termasuk Brenda Ball yang dilaporkan hilang pada bulan Juli.
Belum lama ia menangani kasus tersebut, Keppel harus menggantikan seorang detektif senior yang sakit.
Pada 1 Juli, ia bergabung dengan Roger Dunn (yang juga tampil dalam dokumenter ini). Dua minggu kemudian, Janice Ott dan Denise Naslund hilang di Lake Sammamish State Park.
Kemudian, di tanggal 7 September 1974, Keppel dipanggil ke sebuah hutan setelah ditemukan sisa-sisa tulang manusia. Ia mengaku minim pengalaman menghadapi kasus seperti ini.
“Tubuh-tubuh itu diseret melalui jalur hewan sekitar 300–400 kaki,” ujarnya.
“Saya bahkan tak paham soal kerangka atau forensik gigi. Jadi saya mulai meneliti cara hewan membawa sesuatu ke dalam hutan.”
Lokasi itu ternyata menjadi tempat pembuangan Ott, Naslund, serta satu korban lain yang belum teridentifikasi. Sisa-sisa lainnya kemudian ditemukan di Taylor Mountain.
Dari titik itu, Keppel menyadari mereka menghadapi seorang pembunuh berantai.
“Pengakuan adalah konsep paling penting dalam penyelidikan kasus pembunuhan berantai,” tegasnya.
“Tanpa itu, peluang penyelesaian kasus menurun drastis. Kesalahan terbesar biasanya terletak pada pengelolaan informasi yang buruk.”
Keppel menggunakan teknologi komputer untuk menyaring ribuan nama tersangka menjadi 25. Bundy ada di antaranya, tetapi saat itu ia sudah pindah ke Utah.
Tak lama, pihak berwenang di sana melaporkan penangkapan Bundy. Saat ia kembali ke Seattle dengan status bebas bersyarat, Keppel dan Dunn mendekatinya.
“Kami menemui dia di depan apartemen temannya. Dia tidak gugup, bahkan bersedia bertemu lagi. Tapi kemudian ia kembali ke Utah, dan kami tidak pernah mendengar kabarnya lagi,” kata Keppel mengisahkan.
Bundy dua kali kabur dari penjara sebelum akhirnya ditangkap kembali di Florida tahun 1978. Saat itu, Keppel sedang menempuh program doktoral di Universitas Washington.
Ia memanfaatkan kesempatan untuk belajar dari para pakar, termasuk psikiater forensik John Liebert dan peneliti memori terkenal Elizabeth Loftus.
Keppel juga bekerja sebagai kepala penyidik di Kantor Jaksa Agung Negara Bagian Washington.
Pada 1984, Bundy mengirim surat ke Green River Task Force, menawarkan pandangannya soal kasus pembunuhan berantai tersebut. Keppel memutuskan untuk mendengarkannya.
Sebelum berangkat, ia berkonsultasi dengan para mentor dan menyiapkan strategi.
“Pertama, tanyakan pada level bahasa dan pola pikir yang sama dengan dia (Bundy). Jangan terlalu tinggi, jangan terlalu rendah. Dengan begitu, ia akan nyaman, dan kita bisa mendapat jawaban yang diinginkan,” ucap Keppel.
Namun ternyata Bundy juga punya “aturan main” sendiri —bagian yang menjadi sorotan dalam dokumenter ini.
Keppel mendatanginya bersama Detektif Dave Reichert di Florida. Menghadapi seorang manipulator ulung seperti Bundy, tentu bukan perkara mudah.
“Salah satu trik saya adalah memberi pertanyaan yang salah total, lalu mengamati ekspresi dan gaya bicaranya saat membantah. Ia begitu terbiasa berbohong, bahkan terlihat nyaman melakukannya,” kata Keppel.
Meski demikian, Keppel mampu membaca pola percakapan Bundy.
“Bundy cenderung berbicara panjang lebar tanpa isi ketika mendekati kebenaran. Itu sinyal bagi saya bahwa ia hampir mengaku, tapi menahan diri.”
Bundy juga menasihati Keppel bahwa berbicara dengan pembunuh berantai butuh waktu dan kesabaran.
“Kamu harus sabar, jangan berharap bisa menarik semuanya dalam semalam,” tutur Keppel menirukan ucapan Bundy.
Bundy baru benar-benar mengakui perbuatannya menjelang ia dieksekusi tahun 1989. Ia meminta bertemu Keppel, dan akhirnya menyingkap detail pembunuhan Ott, Naslund, dan Georgeann Hawkins.
Ia mengonfirmasi delapan korban di daftar Keppel, bahkan menyebutkan detail mutilasi yang mengerikan.
Pada periode itu, Keppel dan timnya sudah mengembangkan Homicide Investigation Tracking System (HITS) —perangkat lunak inovatif untuk mengolah data kasus pembunuhan dan kekerasan seksual di negara bagian AS.
Tujuannya jelas, yakni meningkatkan keberhasilan penangkapan pelaku berantai.
Kontribusi Keppel dan perangkat HITS bukan hanya bermanfaat dalam penyidikan, tapi juga memperkaya cara aparat menghadapi sosok seperti Bundy.