Ancaman Scam dan Spam Mengintai Gen Z, Melek Digital Bukan Jaminan Aman

MALEINSPIRE.idScam dan spam kini menjadi salah satu ancaman digital paling serius di Indonesia. Tidak hanya jumlah kasusnya yang meningkat, pola dan modusnya pun terus berkembang, menyasar berbagai lapisan masyarakat.

Scam adalah bentuk penipuan yang bertujuan menipu korban agar memberikan data pribadi, informasi sensitif, atau uang.

Sementara itu, spam merujuk pada pesan atau konten yang dikirim massal —biasanya berisi iklan, promosi, atau tautan berisiko— yang mengganggu sekaligus berpotensi membahayakan penerima.

Kedua praktik ini tak pandang bulu. Meskipun sering diasosiasikan dengan korban dari kelompok kurang melek teknologi, faktanya Gen Z yang dikenal sangat akrab dengan dunia digital juga termasuk kelompok yang rentan.

Sebuah studi dari Better Business Bureau (BBB) tahun 2024 mengungkapkan bahwa Gen Z dan Milenial merupakan generasi yang paling banyak melaporkan kerugian akibat penipuan digital.

Hal ini diperkuat oleh riset National Cybersecurity Alliance (NCA) pada 2022, yang menemukan 34 persen Gen Z melaporkan kehilangan uang atau data akibat penipuan daring seperti phishing.

Mengapa gen Z rentan?

Kedekatan Gen Z dengan dunia digital ternyata memiliki sisi lemah.

Studi dari Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan tinggi terhadap platform daring membuat mereka sering mengabaikan risiko keamanan.

Rasa percaya diri berlebihan terhadap kemampuan teknologi pribadi justru membuat sebagian besar tidak waspada terhadap modus penipuan yang semakin canggih.

Beberapa faktor yang memperbesar risiko Gen Z terhadap scam dan spam meliputi:

  1. Aktivitas daring yang intens — Waktu yang lama di media sosial, e-commerce, dan platform hiburan membuat mereka lebih sering terpapar risiko.
  2. Kebiasaan berbagi informasi berlebihan — Data pribadi seperti lokasi, minat, dan rutinitas yang dibagikan secara publik memudahkan scammer memprofil dan memanipulasi target.
  3. Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) — Dorongan untuk mengikuti tren atau penawaran “menggiurkan” membuat mereka mudah terjebak scam diskon, giveaway palsu, atau investasi bodong.
  4. Respons cepat tanpa verifikasi — Kecepatan merespons informasi tanpa pengecekan fakta membuka celah bagi penipuan phishing atau tautan berbahaya.

Perlindungan diri di dunia digital

Langkah utama untuk menghindari penipuan adalah meningkatkan literasi digital dan kewaspadaan siber.

Hindari membagikan data pribadi secara sembarangan, selalu verifikasi informasi, serta pelajari tanda-tanda modus penipuan terbaru.

Selain itu, gunakan platform digital dengan keamanan kuat seperti enkripsi end-to-end, verifikasi dua langkah (2FA), dan kebijakan privasi yang jelas.

Dengan kesadaran dan kebiasaan aman, ancaman scam dan spam dapat diminimalkan —bahkan bagi generasi yang tumbuh di era serba digital.