
MALEINSPIRE.id – Pemanasan global telah lama menjadi isu kritis yang mengancam masa depan umat manusia.
Temuan ilmiah terbaru memperingatkan bahwa jika deforestasi terus berlangsung, terutama di kawasan tropis seperti Amazon dan Asia Tenggara, Bumi berpotensi mengalami pemanasan ekstrem serupa dengan kondisi pasca kepunahan massal di era Permian-Triassic.
Studi yang dipublikasikan dalam Nature Communications pada 2025 mengungkap bahwa 5 juta tahun setelah kepunahan besar akibat letusan dahsyat di Siberia, suhu Bumi tetap tinggi.
Hal ini disebabkan oleh runtuhnya hutan tropis purba yang menghentikan proses penyerapan karbon secara alami. Meskipun letusan berhenti, vegetasi tidak pulih, sehingga CO₂ terus menumpuk di atmosfer.
Tanpa tumbuhan sebagai penyerap karbon, efek rumah kaca meningkat drastis.
Hasil studi menunjukkan, hutan tropis tidak pulih selama 5 juta tahun, menandai periode stagnasi iklim terpanjang pasca-bencana di Bumi.
Hal itu menjadi satu-satunya momen dalam sejarah di mana kolaps biosfer tropis terjadi bersamaan dengan pemanasan ekstrem.
Para peneliti mengidentifikasi kejadian ini sebagai “titik kritis iklim” —ambang perubahan yang jika terlampaui akan mengunci sistem iklim global dalam kondisi tak stabil.
Dampaknya tidak bisa dibalik, bahkan jika emisi manusia dihentikan sepenuhnya.
Kondisi serupa kini mengancam hutan tropis modern. Amazon dan Asia Tenggara tengah menghadapi tekanan berat akibat penebangan liar, kebakaran hutan, dan perubahan iklim.
Menurut Profesor Benjamin Mills, jika hutan tropis modern mengalami keruntuhan, maka pemanasan global bisa berlangsung terus menerus, lebih parah dari sebelumnya.
“Kita tidak bisa berharap iklim akan kembali seperti masa praindustri jika hutan tropis lenyap. Bahkan, situasinya bisa jauh lebih buruk,” ungkap Mills.
Dalam jangka panjang, solusi terbaik adalah mencegah kerusakan hutan sebelum terjadi. Pemulihan alami sistem karbon membutuhkan waktu jutaan tahun —jauh melampaui cakupan kebijakan iklim saat ini.
Karena itu, perlindungan hutan harus menjadi prioritas utama dalam agenda iklim global.
Peneliti menekankan bahwa menjaga keutuhan sistem karbon dan iklim adalah kunci untuk mencegah bencana yang tidak bisa dipulihkan.
Profesor Hongfu Yin menambahkan bahwa studi paleoekologi dapat berfungsi sebagai sistem peringatan dini, memberi manusia kesempatan untuk belajar dari sejarah.
“Pilihan ada di tangan kita, apakah akan mengambil pelajaran dari masa lalu atau mengulang kesalahan yang sama,” tutur Profesor Jianxin Yu.