
MALEINSPIRE.id – Ilmuwan komputer di bidang kecerdasan buatan (AI) yang kerap disebut sebagai “Godfather AI“, Geoffrey Hinton mengutarakan kekhawatirannya terhadap perkembangan teknologi AI.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita CBSNews beberapa waktu lalu, Hinton mengatakan bahwa ada kemungkinan 10-20 persen kecerdasan buatan akan mengambil alih manusia di masa depan.
Hinton tak menyebut apa maksud dari frasa “mengambil alih manusia”.
Namun, hal ini boleh jadi situasi di mana AI bisa menggantikan semua hal yang dilakukan manusia, dan yang terburuk adalah AI “melawan” manusia dalam berbagai hal.
“Kita bermain dengan AI yang kita sendiri belum pernah mengalami era atau kemajuan yang diciptakan oleh teknologi tersebut,” kata Hinton seperti diberitakan CBSNews.
“Orang-orang belum paham hal ini dan tak mengerti ancaman apa yang akan hadir di masa depan dari pengembangan AI.”
Ia mengibaratkan, AI saat ini sebagai bayi harimau yang lucu nan menggemaskan. Namun di masa depan, bayi harimau ini akan menjadi besar dan bisa mengancam serta membunuh siapa saja, termasuk orang yang merawatnya.
Kekhawatiran Hinton berasal dari ketakutan soal perkembangan AI yang dinilai sangat cepat, bahkan di luar prediksi serta ekspektasi dia.
“Di masa depan, ada kemungkinan besar AI lebih pintar dari kita,” ucapnya.
“Saat ini saja, model bahasa macam GPT-4 sudah tahu lebih banyak informasi dari kita, sehingga jangan kaget apabila di masa depan AI seperti ini akan ahli dalam berbagai bidang.”
Meski khawatir akan pengembangan AI di masa depan, Hinton mengatakan manusia saat ini tak perlu khawatir. Sebab, besar kemungkinan juga kecerdasan buatan tidak mengambil alih manusia di masa depan.
“Kalau angka maksimal AI mengambil alih manusia ini ada di kisaran 20 persen, maka ada kemungkinan yang cukup tinggi hingga 80 persen bahwa AI tidak akan mengontrol manusia, dan ini jelas lebih besar,” lanjut Hinton.
Perusahaan AI harus fokus ke keamanan
Agar kekhawatiran itu tak terjadi, Hinton menjelaskan bahwa perusahaan harus memprioritaskan pengembangan AI yang lebih mengedepankan keamanan dan keselamatan (safety) dibanding keuntungan.
Sebab, ada dua ancaman dari AI yang bisa membikin manusia keteteran. Satu, AI yang bisa mengambil alih manusia tadi, dan satu lagi adalah orang-orang yang menyalahgunakan AI untuk hal negatif.
Hal negatif yang dimaksud di sini adalah AI dipakai untuk serangan siber (cyber attack), penipuan (phishing), membuat virus baru, dan lain sebagainya.
Menurut Hinton yang merupakan mantan karyawan Google, perusahaan AI harus mengalokasikan sekitar sepertiga dari kemampuan komputasi yang dimiliki untuk berfokus pada pengembangan keamanan AI.
Hinton meninggalkan Google pada Mei 2023 lalu karena kecewa akan fokus AI perusahaan pada saat itu, terutama pengembangan AI untuk kepentingan militer.
“Jika kita lihat sekarang, perusahaan-perusahaan AI besar macam Google mencoba untuk mengabaikan pembuatan regulasi AI, dan regulasi semacam ini memang belum ada,” kata Hinton.
“Apabila perusahaan-perusahaan besar itu mengembangkan regulasi AI yang berfokus pada masa depan dan kehidupan manusia di masa depan, saya akan turut senang.”