MALEINSPIRE.id – Selama ini, Bulan dikenal sebagai benda langit yang sunyi dan hampa udara. Tanpa lapisan atmosfer Bumi yang tebal, permukaannya terpapar langsung oleh radiasi kosmik dan partikel luar angkasa.
Namun, sebuah studi transformatif yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications Earth & Environment pada Desember 2025 mengungkap fakta sebaliknya: Bumi secara perlahan telah “berbagi” atmosfernya dengan Bulan selama miliaran tahun.
Rahasia di balik atmosfer Bumi di Bulan
Temuan ini berawal dari analisis mendalam terhadap sampel regolit —lapisan debu dan batuan halus— yang dibawa pulang oleh para astronot misi Apollo.
Para ilmuwan dari Universitas Rochester menemukan kandungan unsur volatil, seperti nitrogen, dalam jumlah yang jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Awalnya, para ahli menduga bahwa unsur-unsur ini berasal dari angin matahari atau tumbukan meteorit.
Namun, simulasi komputer terbaru menunjukkan bahwa mekanisme tersebut tidak cukup untuk menjelaskan tingginya kadar nitrogen di Bulan.
Jawaban yang paling masuk akal justru menunjuk ke arah planet asal kita sendiri.
Magnetosfer: koridor rahasia antarplanet

Bagaimana mungkin atmosfer Bumi bisa menempuh jarak sekitar 384.400 kilometer hingga mencapai Bulan? Kuncinya terletak pada magnetosfer Bumi.
Wilayah magnetik yang melindungi kita dari radiasi matahari ini ternyata tidak berbentuk bulat sempurna.
Tekanan angin matahari menarik magnetosfer hingga membentuk struktur panjang menyerupai ekor komet, yang dikenal sebagai ekor magnet (magnetotail).
Saat orbit Bulan melintasi ekor magnet ini, partikel bermuatan dari lapisan atas atmosfer Bumi —termasuk nitrogen dan oksigen—mengalir mengikuti garis medan magnet dan akhirnya mengendap di permukaan Bulan.
Fenomena ini menjelaskan mengapa oksigen dari Bumi dapat memicu pembentukan molekul air hingga munculnya jejak karat pada mineral tertentu di Bulan.
Bulan sebagai kapsul waktu sejarah Bumi
Implikasi dari penemuan ini sangatlah besar bagi ilmu pengetahuan.
Proses transfer partikel yang telah berlangsung selama miliaran tahun ini menjadikan Bulan sebagai sebuah arsip sejarah geologi yang tak ternilai.
Karena atmosfer Bumi terus berevolusi seiring waktu, jejak kimiawi dari berbagai periode sejarah Bumi diduga tertanam dan tersimpan rapi dalam lapisan regolit Bulan.
Dengan mempelajari partikel-partikel ini, para ilmuwan berharap dapat menyusun ulang narasi evolusi atmosfer Bumi, mulai dari masa purba hingga kondisi yang memungkinkan kehidupan berkembang pesat seperti sekarang.
Dengan demikian, Bulan bukan lagi sekadar satelit bisu, melainkan penjaga rekaman kimiawi yang dapat membantu umat manusia memahami masa lalu planet Bumi secara lebih mendalam.